Jumat, 11 November 2016

Last Day

Selamat sore, kamu.
hari ini malang sedang hujan, sedikit deras, dan hari ini juga menjadi hari terakhir ku di malang.
aku sudah mengemasi barang-barangku dan bersiap untuk pulang.
Bagaimana harimu? ku dengar kamu semakin sehat dan telah menemukan sandaran hati.
meski ini agak mengganggu, tapi ku ucapkan 'Selamat'.
Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tetap mendoakan kebahagiaanmu, mendoakan kebahagiaan kita masing-masing meski tidak pernah sekalipun kita akan berada pada jalur yang sama.

Saat ini, aku tengah menyesal dengan redaksi doaku pada Tuhan. Aku bilang pada-Nya "Jika kita adalah jodoh, maka pertemukan kami segera dengan cara dan jalan yang engkau ridhoi, mudahkan aku untuk bisa menemuimu di hari-hari terakhir keberadaanku di Malang".
Dan ternyata, Tuhan belum mengabulkan doa ku itu, meski hari ini adalah hari terakhirku di sini. Mungkin, bisa jadi aku akan kembali ke sini, tapi itu entah kapan? 
Haruskah aku mengganti doaku? Sejujurnya aku teramat takut, jika kesulitan-kesulitan hari ini untuk segera menemuimu adalah indikasi bahwa berjodoh denganmu adalah hal yang mustahil.
jangan-jangan itu adalah kode Tuhan bahwa aku harus segera memecah puzzle-puzzle ingatan tentangmu, yang sebelumnya telah ku rangkai utuh.

Hari ini hari terakhirku di Malang, aku masih berharap turunnya keajaiban, apapun itu. 

(Y)

Rabu, 09 November 2016

Gomapseupnida :)

Sebenarnya aku ingin menceritakan banyak hal kepadamu, tentang bagaimana aku hari ini, aku ingin kamu mendengar secara langsung.
Aku akan meninggalkan kota Malang, secepatnya. aku takut kita tidak akan bisa bertemu lagi. Bagi ku yang tak pernah sekalipun berbicara denganmu: meninggalkan kota malang sama halnya dengan meninggalkanmu. aku telah kehabisan akal untuk menemuimu.

aku merindukanmu, jelas ini rindu yang sudah sangat berkarat. aku seperti orang yang kehilangan akal setiap kali nada dering ponsel ku berbunyi, berharap itu kamu yang menelpon, memberi kabar "bahwa aku tak perlu mencemaskan pertemuan kita". atau tiba-tiba kamu menulis pesan singkat di mesanger. aku selalu ribut dengan  pikiran-pikiran jelek tentangmu "bagaimana keadaanmu? bagaimana kalau kamu sakit? hari ini kamu makan apa? hari ini kamu tidur jam berapa? apa kamu masih suka begadang?".
saat mendengar kabar dari adik tingkatku kalau kamu sedang sakit, aku gusar sedang aku juga tak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Bagaimana perasaanmu terhadapku?" aku selalu ingin mengetahuinya, tapi di sisi lain aku juga tak pernah peduli.
Aku mencoba memasuki hatimu dengan cara yang elegant tapi kamu ternyata belum siap untuk berbagi hati. Jadi aku memutuskan untuk menunggumu, menunggu kamu terbuka dan berani mengambil langkah bersamaku. 

Ketika di tanya kenapa aku memilihmu? aku tak pernah punya jawabannya, aku takut itu hanya sebuah alasan yang nantinya menjadi lautan buas yang akan menenggelamkanku. aku takut jika alasan itu hilang, maka hilang pula perasaanku. Untuk itu aku tak  pernah menyiapkan jawaban di sertai dengan alasan-alasanya.
Aku memilihmu, ya karena aku memilihmu. Hatiku di gerakkan oleh sang Penguasa Hati menuju kepadamu. Yaah itu saja, cukup.

Dan sebelum aku meninggalkan kota ini, aku ingin sekali saja menemuimu, mengucapkan terima kasih karena kamu ada di dunia ini, terima kasih sudah ikut meringankan beban saat aku harus kehilangan orang yang ku cintai (bapak), terima kasih karena setiap aku ingin menangis, selalu urung ku lakukan karena teringat wajahmu, terima kasih telah menjadi laki-laki paling keren yang pernah ku temui.

Kamu harus bahagia, aku-pun juga :) (Y)

Jumat, 19 Agustus 2016

Untuk Kamu

Seminggu lalu aku baru saja menerima ijazah double degree-ku, susah ternyata hanya untuk mendapatakan 2 lembar kertas aku harus berjibaku dengan buku untuk menyelesaikan penelitian hukumku sesuai dengan target yang telah aku canangkan.
tapi aku cukup bersyukur karena pada akhirnya semua "penderitaan" saat kuliah telah tamat. kenapa aku sebut dengan penderitaan??hehehhe rasanya jahat sekali. haruskah aku mengaitkan kata "syukur dan penderitaan", itu terdengar tidak sinkron. Tapi aku tulus mengatakan aku bersyukur, dan aku juga jujur saat mengatakan itu penderitaan. hahahha sudahlah.
Aku ingin bercerita sedikit tentang hari kemarin yang akan berkaitan dengan hari ini, seolah mereka adalah saudara kandung. Aku berhasil menyelesaikan skripsiku dengan predikat A dan IPK cumlaude bahkan namaku di sebut sebagai wisudawan terbaik di dua fakultas, pencapaian yang luar biasa untuk seorang gadis biasa dengan kemampuan ala kadarnya seperti aku. Tak banyak orang tahu bagaimana aku melewati ini semua, menjalani rutinitas kuliah 300 SKS lebih selama 4,8 tahun, berkejaran dengan waktu dari gedung satu ke gedung lainnya hanya agar tidak terlambat masuk kelas barang satu menit-pun. aku akan merasa sangat marah pada diri sendiri saat aku tak bisa menyelesaikan tugas dengan baik dan menjawab soal ujian dengan mudah karena kesenanganku untuk menunda-nuda pekerjaan serta penyakit malasku yang bertambah akut.
Selain kepada sahabat dekatku, aku tak pernah menceritakan kejenuhan dan "kegilaan" ku. Aku terkenal sebagai gadis yang kuat di kalangan para sahabatku dan tentu saja keluargaku. aku bahagia dengan status tersebut, itu artinya aku tak perlu berbondong-bondong menangis dipelukan mereka hanya untuk sekedar menumpahkan lelah.

Saat di wisuda, selain rombongan keluarga..
jauh jauh jauh jauh di kerak hatiku aku ingin kamu hadir, tak perlu membawa bunga mawar,melati,anggrek,sedap malam,lily,tulip atau apapun itu. Aku tak begitu suka bunga. dan kamu juga tak perlu membawakan aku coklat atau hadiah-hadiah manis lainnya. cukup kamu yang datang dan memberikan genggaman tanganmu untuk tanganku serasa mengatakan "kamu hebat Ra" sembari membentuk sudut di bibir kanan kirimu. Tapi tentu saja kamu tak akan datang, aku tak pernah mengatakan kapan aku wisuda, karena kita tak pernah sedekat itu untuk saling bertukar kabar.
Saat menerima ijazah, selain Ibu, Kakak, dan pusara Bapak yang sudah ku singgahi untuk menceritakan perjalanan kuliah yang penuh "penderitaan" ini, Aku juga ingin berbagi cerita denganmu bagaimana susahnya berurusan dengan birokrasi kampus, bagaimana aku menunggu Pak Dekan selama berjam-jam dan berhari-hari hanya untuk minta tanda tangan lembar pengesahan skripsi, bagaimana aku harus berlari-lari dari satu fakultas ke fakultas satunya untuk mengurusi administrasi yang ruwet, di kejar dengan waktu karena deadline pengambilan ijazah tinggal beberapa hari lagi. Aku ingin menceritakanya semua padamu, aku ingin meminjam waktmu satu jam saja, ehm tidak mungkin 30 menit, atau jika itu masih terlalu banyak aku akan ringkas ceritaku sehingga aku hanya menggunakan 10 menit waktumu untuk berbincang denganku.

Aku tahu di sudut kota lain, ada perempuan yang sedang menunggu kamu halalkan dan kamu telah menyanggupinya. Aku selalu ingin menanyakan bagaimana kelanjutan hubungan kalian tapi selalu urung ku lakukan. setiap jemari ingin mengetik BBM padamu, mataku tiba-tiba menjadi berkunang-kunang, kepalaku terasa berat, mataku terasa panas dan tak jarang ku jumpai percikan air yang jatuh ke permukaan pipiku.
Sebenarnya aku menulis ini dengan ragu, bagaimana kalau kamu sampai membacanya. Tapi semoga kamu tak akan pernah paham dengan maksudku. Kita tak pernah ada kabar, kamu terutama dan biarlah seperti ini seterusnya. Toh tulisan ini adalah senyapku yang ku rangkai diam-diam di sudut kamar yang hanya ku terangi dengan lampu 5 watt.

Sebelum aku mengakhirinya. aku ingin berterima kasih kepadamu karena telah mengajakku move on dari kegagalan cinta 3 tahun yang lalu, meski kamu mungkin tidak merasa dan tidak sengaja menyelamatkan aku dari lubang tempat aku jatuh.
Biar saja jika kita tak pernah saling mengabari, biar saja jika kita jarang sekali mengirim pesan BBM, agar nanti tak terlampau lukanya aku saat mendengar kabar mengejutkan darimu atau dari mulut orang lain.
aku juga akan mulai menyelesaikan perasaanku dan menghentikan diriku mencari kabar tentangmu, hanya untuk sekedar mengetahui apa kau bahagia dengan perempuan itu.


*Tulisan ini bukan untuk Dia yang sebelumnya, tapi untuk Dia setelahnya yang sudah membantuku bangun dan memberi obat merah pada lukaku. Semoga dia bahagia :-)

Kamis, 21 April 2016

End





Menulis tentangmu, mengapa serasa kosong, tak ada ruang-ruang pilu yang bisa ku utarakan lagi
menulis tentangmu, mengapa menjadi tak 'bernyawa', aku seperti sudah kehabisan banyak kosakata
menulis tentangmu, mengapa tak sepahit dulu...



Tuhan Maha Baik :)

Rabu, 30 Maret 2016

(Sebab) Kamu

Kalimat apa yang tepat untuk mengawali tulisan ini?
 

Mungkin aku sedikit lancang untuk menjemput kembali kenangan yang sudah kau keranjangi
aku seperti punya banyak waktu untuk me-reka ulang hal remeh yang sering kita bicarakan
dadaku serasa kosong tanpa rindu yang setiap pagi kau kirim bersamaan dengan ranumnya fajar

Kembali namamu yang bertokoh dalam ceritaku.


 Bagaimana harusnya?
 




Kamis, 10 Maret 2016

Apa kau bahagia?

Beberapa hari belakangan langit selalu mendung, 
kau tahu kan aku benci sekali dengan hujan?

Tak peduli pada rintik yang mana, aku tak pernah sekalipun mengharap hari hujan. Bagiku hujan adalah cara langit untuk mengusir mendung, dibuatlah ia turun ke bumi.
Mungkin bagi langit bumi akan menerima dengan sepenuh hati.


Berbeda denganmu yang sangat mencintai hujan, 
saat ia datang terlambat kau begitu merindukannya tak peduli pada musim yang mana. hingga kau rela kuyup di bekap olehnya, bahkan kau juga rela kenangan kita dikeramasi oleh basah rintikannya.

Aku meminta maaf, 

jika selama ini tak pernah bisa menemanimu menengadah di bawah genteng rumah kita, hanya untuk sekedar mengabarkan pada rinai nya, bahwa kau sangat menantikannya. 
Tapi.. ..
aku selalu yang paling cekatan membawakanmu handuk tebal serta air hangat, takut-takut ia mengkhianatimu dan membuatmu menggigil.

Karena aku tak pernah percaya dengan pilihanmu, bahkan sampai hari ini-pun aku tetap merasa sangsi dengan jalan yang kau pilih.

Hari ini ingin ku tanyakan kabarmu sekali lagi. 
sudah lebih dari 3 tahun. Apa kau bahagia? 
sudahkan handuk yang Dia bawa sama tebalnya dengan yang ku berikan padamu dulu?

Rabu, 24 Februari 2016

Distance

Tetapi jarak dan waktu tak begitu paham apa yang di rasakan oleh kerinduan
bagaimana bisa ia membelenggu, membebat dan menyayat
sementara ia hanya duduk terdiam, dan memainkan daun pintu

Aku menatapnya dengan lekat, lalu menitipkan doa rindu pada jalan yang di singgahi waktu
ku biarkan jarak merengsek membentuk sebuah balon-balon udara yang mampu kesesaki dengan harapan.

Karena kau tak terlalu pandai menghitung banyaknya kenangan
kau juga tak rinci menjumlah untaian doa yang mampu kau sematkan pada Tuhan
aku lebih dari sekedar mengenalmu, 
meski jarak kadang memusuhiku, dan waktu membenciku
untuk itu, aku tak suka memaksa kau berenang melintasi jarak dan waktu
meski sesak rindu sepaket dengan besarnya harap

jika bisa memilih, sebenarnya ingin kau bawa ke mana hatimu?
ketika jarak tetap tak peka, dan waktu tak bisa di ajak kerja sama