Minggu, 15 Maret 2015

Tokoh Utama

Aku sedang tidak baik. detak jantungku bergemuruh tidak pada mestinya, persis seperti langit hitam ketika di susul mendung. Aku juga tidak tahu pasti jenis luka seperti apa yang ku rawat, rasanya begitu dalam dan menyayat.

Hai laki-laki yang menjadi pemeran utama dongengku, tidak apakah jika namamu menjadi tokoh utama?
sudah ku tulis prolog-nya dengan apik, meski akhirnya aku bingung bagaimana menyudahi-nya, begitu sulit menuliskan satu kata Tamat dalam dongeng ini
tanganku seperti tidak ingin berhenti menulis, terus saja menulis meski mataku sudah berair karena perih, meski tanganku pegal namun aku tak pernah kehabisan rangkaian kata untuk bercerita tentangmu.

Apa kau tahu bagaimana perasaan ini merajamku setiap waktu?
apa kau pernah bertanya, bagaimana hatiku saat di cengkeram rindu?
tentu saja tidak, karena kau terlalu sibuk dengan duniamu.

sudah ku kabarkan pada angin untuk membawa namamu pergi jauh, agar tak meletup lagi perasaan yang tak seharusnya kembali.
kau tak cukup dewasa untuk mengetahuinya, tak pula cakap untuk dapat menjelaskannya.
Aku akan segera menyudahi dongeng ini, meski tetap ku biarkan menggantung ending-nya karena masih sulit untukku temukan epilog-nya.
Biarlah Tuhan yang menjawab nanti.

Kamis, 05 Maret 2015

Episode_RINDU

Ku pikir aku sedang merindukanmu, itulah kenapa aku ingin menulis meski mataku sudah sangat mengantuk. tidak ada cara lain bagaimana harus menyampaikan kerinduan ini padamu.
sudah ku habiskan seperempat malam hanya untuk bermesraan dengan potret usang yang setia ku gantung pada dinding kamarku, berharap rindu ini akan segera luruh.
namun kenyataanya semakin aku meresapinya, semakin aku lunglai di buat candu rindu olehmu.

Kepada hujan yang selalu datang di permulaan senja, yang rintikannya seakan memutar ulang kenangan masa lalu, aku berdo'a semoga Tuhan berbaik hati dan membiarkanmu kuyup di bekap hujan, karena di sana-lah aku titipkan jutaan kerinduan yang tak bisa di sampaikan oleh kata.
juga pada senja yang keemasan, semoga kau juga tetap berlama-lama memandangnya, karena di sana-lah ku torehkan namamu pada diorama mentari yang menyelinap masuk ke pelukan langit.

Ku tawarkan sekali lagi pada hatiku, untuk tetap menyimpan kerinduan ini atau membuangnya pada sungai deras yang selalu ku lewati setiap berangkat kuliah. Dan Ia tetap kokoh bertahan pada satu nama baru penghuni rongga hati, yang siluetnya sudah mondar-mandir memenuhi ruang pikirku.
Meski kau tak pernah sekalipun bertanya, apakah aku sanggup membawanya sendiri? kau tak pernah menawarkan bantuan untuk membopongku pulang karena terlalu lelah memikul rindu.

Ma'af beribu ma'af jika memang perasaanmu tak sama, karena itulah aku hanya mampu mengintipmu dengan cinta yang malu-malu.
tapi bolehkah aku bertanya. 
Pernahkah aku berdiam pada perasaanmu, meski dalam waktu yang singkat? atau aku sempat mengganggu bunga tidurmu, hingga kau terbangun dan tersenyum karena mengingatku? juga ketika teman-teman tanpa sengaja menyebut namaku, apakah kau lantas mengingatku dan merindukanku?