Selasa, 11 Agustus 2015

Ku sebut ini L-U-K-A



Setiap sore, aku selalu menyempatkan diri mengintip keluar jendela. Harapanku di ujung pintu sana kau berdiri dengan senyum menyapa. Rambutmu yang selalu terlihat klimis dan setelan kemeja-mu yang rapi membuat karismamu terpancar di antara gemerlapnya senja sore itu.
Setelan-mu sama sekali tak dapat di padankan dengan diriku- Apalah aku yang baru belajar mandi 2 kali sehari, menepuk bedak meski masih tak rata, memakai model baju kekinian dan mengikuti gaya hijab masa kini.
hingga mulai nampak ketidakwarasanku dengan mematutkan wajah di depan cermin sampai ratusan menit setiap hari hanya sekedar memastikan agar jerawat tak sampai tumbuh.
Malu sekali, jika suatu hari nanti tak sengaja kita bertemu dan penampilanku tak sedap dipandang.

Dalam diam, aku memohon pada Tuhan agar kau menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupanku,
aku masih berusaha mengajukan kontrak ini pada-Nya,
namun jikalau menginginkanmu hanya mengusik Catatan yang sudah di gores sebelumnya, maka tak pantas rasanya jika aku mendikte Tuhan.

Satu hal yang ingin ku katakan, "Jangan kau tampik kerinduan ini, aku sudah setengah mati menjaganya untuk tetap mekar meski kekeringan".
Kau bukan lagi anak kecil yang butuh di papah untuk meng-eja rasa

Aku akan tetap di sini, menunggu di ujung senja hingga sampai pada batas waktunya,
jika kau tetap tak bergeming ... maka ku sebut ini LUKA.

(Diam-ku) Aku Terluka


Diam-diam aku selalu merutuki diriku sendiri karena terus mengikutimu.
langkahmu yang begitu cepat dan angkuh seakan tak mampu ku kejar
saat mulai lelah, aku berhenti sebentar namun sekejap mata kau sudah begitu jauh.
Kau ini manusia macam apa heh?? aku hanya takut kau tersandung saat aku alpa mengikutimu.
Ku panggil namamu berulang kali sampai serak tenggorokanku, dan kau lupa aku tlah tertinggal jauh.
Naas-nya aku tak pernah tahu bahwa kau sama sekali tak tertarik untuk menunggu
bagimu itu pekerjaan yang menjemukan.

Mengapa setiap kali merindumu pekat sekali hariku, pait lidahku dan sesak kerak hatiku.
kau mengujiku dengan terus memaksa untuk mengikutimu, bahkan sampai jatuh tersungkur pilu.
Bagaimana bisa kau tak paham perihnya sayatan rindu,
bukankah sering ku katakan padamu (dalam diamku) bahwa aku terluka.
Mengertilah... sedikit saja, jadilah sedikit lunak untuk sekedar menggenggam jariku. 

Kali ini ku katakan pada luka agar segera sembuh
ku katakan pada rindu agar segera luruh
karena (dalam diamku) aku Merindukanmu.
Rindu yang susah sekali di ajak kompromi, hingga meluluh lantahkan benteng perasaan
Aku takut.... akal sehatku tak punya daya tampung lagi, aku takut hatiku yang lembek ini-pun tak kuasa menfilter 'kotoran'nya.

Aku tahu... dan Hatiku juga tahu...
(Diamku) aku terluka hebat.