Minggu, 16 November 2014

Cerita Mendung

Kau perlu tahu, mengapa aku begitu menyukai suasana mendung. karena di setiap titik mendung, aku selalu melihat lukisan dirimu meski tanpa kanvas dan cat yang mahal. Layaknya sebuah diorama, siluet wajahmu tampak nyata nyaris tak ada cacat.
aku selalu mengagumi suasana mendung, bukan hanya karena ku lihat dirimu diantaranya namun aku seperti merasakan sekelebatan hadirmu bersamaan dengan semilirnya angin. Kemudian seperti membisikkan kalimat sakti di telingaku 'Berbahagialah chan, berbahagialah meski tanpa aku'. Aku menoleh mencari sumber suara itu, tapi yang ku temukan hanyalah rintikan hujan yang mulai meluruhkan mendung.
Kita pernah berjanji sebelumnya, tak akan pernah ada kata berakhir dalam perjalanan ini, sekalipun hujan mengguyur dan menghapus semua jejak kita, Namun kita akan tetap saling menemukan.
Apa kau ingat. Bagaimana kau memaksaku menautkan kelingkingku pada kelingkingmu, yang saat itu kita yakini dengan kata sepakat.

Dan sore ini, kala matahari mengintip malu lewat jendela mendung. Saat hujan tanpa ragu menerobos pintu langit. Lagi aku kembali menemukanmu saling berpeluk dengan pekatnya awan dan tanpa permisi kau kembali mendobrak pikiranku untuk kembali mengingatmu. Entahlah, sebenarnya apa yang aku ingat tentangmu. Semua hitam putih, persis seperti memutar film jaman dulu yang sudah tak layak di saksikan.
Belum juga puas, kau kembali membisikkan kalimat basi yang dulu pernah kau katakan dan kau ulang berkali-kali 'Berbahagialah chan, berbahagialah meski tanpa aku'. Dan kali ini aku tak mau kalah, ku balas kalimatmu 'Aku bahagia. Tanpa kau-aku lebih bahagia. Tak perlu lagi kau menjadi parasit dalam pohon kehidupanku. Menempel di dunia lain-ku tanpa seizin pemiliknya, bukankah itu benalu?'.
Gerimis menghampiriku, mungkin Ia tahu bahwa makhluk kecil ini butuh penyamaran untuk tetes air matanya. Agar tak terlihat bagaimana luka ini tersimpan begitu lama, hingga bernanah. Untuk kali ini, mataku sudah terlalu tebal untuk menangis, aku sudah kehabisan stock air mata.

Setiap kali aku menamatkan cerita yang sama, padahal amat menjemukan di akhir kisah. Rasanya seperti tenggelam ke dasar laut yang tak ada dasarnya. Seperti apa jadinya? sudah ku temukan jawabannya.
Aku seperti susah beranjak dan terlalu asyik menikmati bayanganmu, meski aku sadar tak akan pernah tergenggam bahkan segera pergi bersamaan dengan reda-nya hujan sore ini.
Ku katupkan hatiku, ku beri spasi dalam hatiku. biar ku temukan kanvas kosong yang bisa ku coret-coret dengan senyuman. biar ku buat diorama baru yang tentu saja bukan kau.
Sudahkah kau mengerti? Jika Iya, segeralah lenyap dari pandanganku.
Jangan lagi berkunjung pada kenangan, karena sungguh itu telah lampau dan aku tak ingin memulasnya dengan cat yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar