Rabu, 05 November 2014

R-I-N-D-U

Aku sedang tidak ingin menangis, Tuhan juga tahu kepedihan ini tak pernah bisa secara tegas meluncur bersama dengan bulir-bulir air mataku. Isakan ini tersimpan rapi dalam ruas hati terdalam. Tak banyak orang mengerti, yang mereka perhatikan hanya aku dengan senyuman yang selalu merekah di sudut bibir atau gelak tawa yang membuat geger suasana.
Aku selalu pandai menyimpannya sendiri, berpura-pura menjadi perempuan tegar yang tidak pernah mempan di hantam badai, sembunyi pada senyum yang sebenarnya getir.
padahal di setiap malam, aku selalu meringkuk pada bantal yang menjadi peredam pecah tangisku, yang menjadi muara terakhir jatuhnya airmataku, hingga menganak membentuk bercak-bercak di saat mulai mengering. Dan saat pagi, aku kembali beracting dengan paras 'baik-baik saja', seperti tak terjadi apa-apa meski gembung di sudut mataku.

Ayah, rindu ini sekarat dan  nyaris tak ku temukan obatnya. apalagi saat mengingat aku tak mampu memenuhi janjiku untuk segera wisuda.
aku selalu terguncang sendiri karena menahan sesak tanpa mau di perhatikan.
Ayah, rongga dada ini seperti mau meledak kala tak kudapati lagi senyummu dengan deretan gigimu yang nyaris tanggal.
Ayah, hari ini anak bungsumu sedang menangis. Aku tak punya kekuatan lagi untuk membendungnya.
Katanya, cobaan ini akan membuat anak bungsumu ini naik kelas? apakah Rabb kita juga mengatakan itu padamu saat ini?

ku hantarkan doa-doa ini untukmu, di setiap sujud 5 waktuku.
semoga jendela langit dapat terbuka dan menerima paketan rinduku.
meski tak mampu ku eja satu persatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar